MENCARI AKAR PERMASALAHAN 2007-2008
Melalui media ini aku klarifikasi bahwa aku :
1.
Tidak pernah menerima wakaf
2.
Bukan panitia pembangunan mesjid
3.
Bukan pengguna dan pengedar narkoba
4.
Bukan ahli tarekat dan syariat agama tertentu
5.
Bukan anggota aliran ajaran tertentu
6. Tidak pernah ikut mengajukan dana bantuan pembangunan rumah ibadah
6. Tidak pernah ikut mengajukan dana bantuan pembangunan rumah ibadah
mohon segala sesuatu diverifikasikan dahulu meskipun ada keterangan tertulisnya.
Pengertian Tanah Wakaf
Pengertian Tanah Wakaf
Tanah wakaf adalah tanah hak milik
yang sudah diwakafkan.1 Menurut Boedi Harsono, perwakafan tanah hak milik
merupakan suatu perbuatan hukum yang suci, mulia dan terpuji yang dilakukan
oleh seseorang atau badan hukum, dengan memisahkan sebagian dari harta
kekayaannya yang berupa tanah hak milik dan melembagakannya untuk
selama-lamanya menjadi wakaf sosial.2 Wakaf sosial adalah wakaf yang
diperuntukkan bagi kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya, sesuai
dengan ajaran agama Islam.3
Dasar hukum dari perwakafan tanah
milik dapat ditemukan di Pasal 49 ayat (3) Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960
tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA) yang
menentukan bahwa perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan Peraturan
Pemerintah. Peraturan Pemerintah yang dimaksud dalam ketentuan tersebut adalah
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
(selanjutnya disebut PP 28/1977).
Pengertian wakaf menurut ketentuan Pasal 1 ayat (1) PP 28/1977
adalah sebagai berikut:
Wakaf adalah perbuatan hukum seseorang
atau badan hukum yang memisahkan sebagian dari harta kekayaannya yang berupa
tanah milik dan melembagakannya untuk selama-lamanya untuk kepentingan
peribadatan atau keperluan umum lainnya seuai dengan ajaran agama Islam.
Unsur-Unsur Perwakafan Tanah
Tanah yang diwakafkan adalah tanah hak
milik atau tanah milik yang bebas dari segala pembebanan, ikatan, sitaan atau
perkara. Sedangkan pihak yang mewakafkan tanah miliknya disebut wakif. Pada
umumnya wakif adalah seseorang atau beberapa orang pemilik tanah yang telah
dewasa, sehat akalnya dan tidak terhalang untuk melakukan perbuatan hukum.
Perwakafan tanah milik harus dilakukan atas kehendak sendiri dan tanpa paksaan
dari pihak lain.
Selain manusia, badan hukum juga dapat
melakukan perwakafan tanah milik, namun hanya badan hukum tertentu yang
menguasai tanah hak milik yang dapat mewakafkan tanah miliknya. Badan hukum
yang dimaksud adalah bank pemerintah, lembaga keagamaan dan badan sosial,
sesuai dengan ketentuan Pasal 8 ayat (1) huruf b Peraturan Menteri
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 1999 tentang Tata Cara
Pemberian dan Pembatalan Hak atas Tanah Negara dan Hak Pengelolaan.
Pihak yang bertugas untuk memelihara
dan mengurus benda wakaf disebut nadzir. Nadzir dapat berupa perorangan atau
badan hukum.
Adapun syarat-syarat
seorang nadzir adalah sebagai berikut:
1. warganegara
Republik Indonesia;
2. beragama
Islam;
3. sudah
dewasa;
4. sehat
jasmaniah dan rohaniah;
5. tidak
berada di bawah pengampuan;
6. bertempat
tinggal di kecamatan tempat tanah yang diwakafkan.
Apabila nadzir berbentuk badan hukum, syarat-syarat yang harus
dipenuhi adalah:
1. badan hukum
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia;
2. mempunyai
perwakilan di kecamatan tempat letaknya tanah yang diwakafkan.
Selain syarat-syarat tersebut, nadzir juga harus didaftarkan dan
mendapat pengesahan di kantor Urusan Agama kecamatan setempat.
Tatacara Perwakafan Tanah
Wakif harus mengikrarkan kehendaknya
secara jelas dan tegas kepada nadzir di hadapan Pejabat Pembuat Akta Ikrar
Wakaf (selanjutnya disebut PPAIW). PPAIW kemudian menuangkan ikrar wakaf ke
dalam Akta Ikrar Wakaf dengan disaksikan oleh sekurang-kurangnya dua orang
saksi. Dalam melaksanakan ikrar wakaf, wakif harus membawa dan menyerahkan kepada PPAIW surat-surat sebagai berikut:
sertipikat hak milik atau tanda bukti pemilikan tanah lainnya
surat
keterangan dari Kepala Desa yang diperkuat oleh Kepala Kecamatan setempat yang
menerangkan
kebenaran pemilikan tanah dan tidak
tersangkut suatu sengketa
surat keterangan pendaftaran tanah
izin dari Bupati atau Walikota cq Kepala Sub Direktorat Agraria.
Selanjutnya PPAIW atas nama nadzir
akan mengajukan permohonan kepada Bupati atau Walikota cq Kepala Sub Direktorat
Agraria untuk mendaftar perwakafan tanah milik tersebut. Kemudian Bupati atau
Walikota cq Kepala Sub Direktorat Agraria akan mencatat perwakafan tanah milik
pada buku tanah dan sertifikatnya. Apabila tanah milik yang diwakafkan belum
mempunyai sertifikat, maka terlebih dahulu akan dibuatkan sertifikatnya. Nadzir
kemudian melaporkan selesainya perwakafan ke Kantor Departemen Agama.