source: http://gosipnya.blogspot.co.id/2012/06/astra.html
Anak Menantu
Edward Seky Suryadjaya - Atilah Rapatriati
Edwin Suryadjaya - Julie Hendharto
Joyce Suryadjaya - Bradley F. Kerr
Judith Suryadjaya 14/02/1952
Cucu - Menantu
Aditya W. Seky Suryadjaya - Kristen Lee Sugihara
Adimas Seky Suryadjaya
Layana Hermes Cavallius - Andreas Cavallius
Larisa Putri Isara
Augusta George LS soeryadjaya
Latisha Putri Ravania Suryadjaya
Michael William Suryadjaya
Marissa Lily Soeryadjaya
Michele Julianne Suryadjaya
Matthew George S. Kerr
Angelica Nathania Tan - Roberto P. Lumbun Gaol
William Shane Tan - Fanny - Maeloa
Buyut
Angelina MRS Lumban Gaol
Aldrich J. Lumban Gaol
William Nathanael S. Tan
source : http://www.beritaindonesia.co.id/tokoh/877-william-soeryadjaya-tak-bisa-lepas-dari-astra
Ia mendirikan raksasa otomotif PT Astra Internasional Inc tahun 1957, tetapi harus melepasnya tahun 1993. Belasan tahun kemudian ia muncul di hadapan 1.000-an tamu undangan perayaan pesta berlian pernikahannya dengan Lily Anwar.
William Soeryadjaya bersama istri Lily AnwarSejak Bank Summa dinyatakan kalah kliring, lalu dilikuidasi oleh pemerintah Desember 1992, pendiri sekaligus pemilik induknya PT Astra Internasional, William Soeryadjaya, secara gentle memasukkan dirinya sebagai jaminan pribadi untuk menyelesaikan seluruh kewajiban bank yang dipimpin oleh putra sulungnya, Edward Soeryadjaya. Sejak itu lepas sudah keterkaitan William dengan Astra, perusahaan otomotif yang telah beranak pinak ketika itu.
Pria yang biasa dipanggil Om William ini, berhasil membangun kerjasama ekonomi berdimensi luas dengan kaum nahdliyin yang tergabung dalam Nahdlatul Ulama (NU), dengan mendirikan bank perkreditan rakyat (BPR) tahun 1989 diberi nama BPR NU-Summa. Ia dengan legowo melepas kepemilikan saham-sahamnya di Astra demi mempertahankan reputasi sebagai pengusaha yang memiliki moral dan integritas tinggi.
Pria kelahiran Majalengka, Jawa Barat 20 Desember 1922 ini lantas surut dari hiruk-pikuk peta perjalanan bisnis otomotif Indonesia. Ia muncul di media massa sesekali saja. Hingga merayakan hari pernikahan ke-60 dengan Lily Anwar, istri yang telah memberinya empat orang anak, 10 cucu serta satu cicit, ini di Hotel Grand Melia Jakarta pada 15 Januari 2007, figur William dalam pemberitaan media massa rupanya masih identik dengan ketokohan yang tak bisa dilepaskan dari sejarah Astra. Astra adalah entitas bisnis yang memang sungguh-sungguh dibangun William dari bawah penuh pahit-getir.
Seperti selama puluhan tahun sebelumnya, kali ini penampilan William tetap saja sama mengenakan dasi kupu-kupu, sesuatu yang sudah menjadi ciri khasnya.
Pemilik nama asli Tjia Kian Lion, ini menikahi Lily Anwar seorang gadis yang supel dan pandai bergaul di Bandung pada 15 Januari 1947. Keduanya berkenalan saat kota Paris van Java itu sedang bergejolak dengan apa yang disebut “Bandung Lautan Api”. Lily sendiri waktu itu sedang membantu kakaknya, yang menjadi Ketua Regu Palang Merah untuk menolong korban perang. “Kami bertemu di Bandung sekitar tahun 1943. Waktu itu, Lily adalah anggota Chinese Red Cross yang diketuai Om Dollar, ayah mertua dari Rudi Hartono (pebukutangkis, Red),” papar William kepada Suara Pembaruan.
Kegetiran hidup William sudah bermula sejak Oktober 1934 saat ia kehilangan ayah, menyusul kemudian kehilangan ibu pada Desember 1934. Di usia 12 tahun ia lengkap sebagai yatim piatu, dan pada usia 19 tahun putus sekolah. Di zaman Jepang, William yang sejak usia dini sudah berbakat mewarisi jiwa wiraswasta dari sang ayah, mulai berdagang hasil bumi di wilayah kota Cirebon. Proses ini menempanya menjadi manusia baru yang ulet, cerdas, inovatif dan peka atas naluri dalam meniti bisnis demi bisnis.
Tak lebih dua minggu setelah menikah, anak kedua dari enam bersaudara ini pergi seorang diri ke Belanda, mengikuti kursus sambil berdagang. Menyusul kemudian istrinya datang hingga lahir anak pertama Edward dan Edwin. Februari 1949 mereka kembali, di Indonesia lahir kedua anak perempuannya Joyce dan Judith. Di Jakarta ia mendirikan pabrik kulit, serta CV Sanggabuana bergerak di bidang perdagangan ekspor-impor.
Oleh rekan bisnis, ia pernah tertipu hingga rugi jutaan DM. Tetapi bersama adiknya Tjia Kian Tie, dan seorang temannya bernama kawan Lim Peng Hong, William pada tahun 1957 mendirikan PT Astra Internasional Inc, awalnya bergerak memasarkan minuman ringan, mengekspor hasil bumi, hingga minyak serai. Ia kemudian menggeluti otomotif tahun 1968, dengan memasukkan 800 unit truk Chevrolet yang laris bak kacang goreng. Sejumlah keberuntungan membuat bintang William sangat bersinar ketika itu. Seperti, kemunculannya tepat di awal pemerintahan Orde Baru yang giat melakukan program rehabilitasi besar-besaran demi menyukseskan pembangunan Repelita. “Truk sangat dibutuhkan waktu itu, hingga larisnya seperti pisang goreng,” kenangnya. Demikian pula lonjakan kurs, dari Rp 141 ke Rp 378 per dollar AS. “Bisa dibayangkan berapa keuntungan kami,” katanya.
Masa depan William selanjutnya mudah dikenali. Astra mulai merakit sendiri truk Chevrolet, mengageni dan merakit alat besar Komatsu, mobil Toyota dan Daihatsu, sepeda motor Honda, mengageni mesin fotokopi Xerox, hingga bergerak ke agrobisnis. Tiga belas tahun setelah didirikan, Astra sudah memiliki 72 anak perusahaan, terus meroket ke akhir 1992 memiliki kurang lebih 300 anak perusahaan bergerak di berbagai sektor termasuk keuangan, perbankan, perhotelan hingga properti. William bukan tipe pengusaha yang suka membusungkan dada. Melainkan, bersyukur untuk semua itu. “Keberhasilan Astra berkat kerja keras seluruh karyawan dan rahmat Tuhan, bukan karena keberhasilan saya pribadi,” ucapnya. HT (dari berbagai sumber/Berita Indonesia 31)
No comments:
Post a Comment